Kamis, 22 Mei 2014

Menuju Kebangkitan Ekonomi Nasional


Oleh
Ibrahim Wahid Universitas Sriwijaya

Tanggal 20 Mei 2014 adalah Hari Kebangkitan Nasional ke-106 untuk Indonesia. Hal yang sangat luar biasa bagi negara ini untuk memperingatinya. Tapi, jika dilihat dari angka ke-106 yang lumayan  ini, dewasanya bangsa Indonesia seharusnya tidak seperti sekarang. Hampir segala bidang Indonesia bisa dikatakan tidak ada bangkit-bangkitnya, walaupun ada itu tidak bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Momen 20 Mei ini dapat dijadikan tolak ukur untuk melihat bagaimana perkembangan Indonesia dalam bidang pangan, ekonomi, lingkungan dan politik. Keempat bidang ini sangat mempengaruhi tindak tanduk negara ini. Kita mungkin dapat melihat dalam bidang ekonomi di Negara kita. Dari waktu ke waktu terlihat bahwa Indonesia di bidang ekonomi makin tergantung pada negara-negara Barat (Jepang, Amerika Serikat, dan sejumlah negara Uni Eropa). Setiap tahun Indonesia harus mendapatkan hutang dari negara-negara yang tergabung dalam Inter Govermental Group on Indonesia (IGGI) yang kemudian berubah menjadi Cosultative Group on Indonesia (OGI). Walaupun kemudian Indonesia telah membubarkan IGGI dan CGI, namun tetap melanjutkan kebiasaan berutangnya lewat jalur bilateral dan multilateral.
Jumlah hutang luar negeri yang sangat besar menjadikan Indonesia sukar membenahi dan mengembangkan ekonomi dalam negerinya, karena Indonesia harus melakukan ekspor sumberdaya alamnya (batubara, minyak & gas bumi, kayu dan lain-lain) untuk mendapatkan devisa guna membayar hutang, sementara pasar ekspor tersebut sebagian besar ada di negara-negara pemberi hutang.
Hal seperti itu menunjukkan Indonesia sudah tidak lagi mandiri dan menyebabkan bangsa Indonesia terjajah oleh sebagian bangsanya sendiri melalui negara yang bekerjasama secara tidak adil dengan kekuatan asing. Indonesia terjerumus menjadi negara hamba. Agar Indonesia tidak menjadi ”negara hamba”, maka Indonesia harus mampu meniadakan ketergantungan akan ”hutang yang sangat besar” serta ”ekspor dan impor hanya dengan negara-negara tertentu”. 
Banyak sekali wacana gagasan dan realisasi kemandirian ekonomi nasional yang jauh panggang dari api. Bagaimana tidak, gagasan untuk menjadikan ekonomi nasional secara mandiri terhalang tembok tebal penguasa. Baik penguasa internal (dalam negeri) maupun penguasa eksternal (neoliberalisme).
Dengan hal seperti itu ,ketika negara dikepung globalisasi ekonomi rakyat dibiarkan sendiri bergelut dengan pasar tanpa intervensi dari negara. Isu-isu yang berkembang tentang pencabutan subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) membuktikan bahwa Indonesia tidak berdaya menghadapi pasar internasional.
Mungkin kita harus mengingat statement mantan bandit ekonomi (economic hit-man), John Perkins. Ia pernah mengatakan, Multinational Corporation (MNC) melalui IMF dan World Bank selalu membungkus tindakannya dengan kalimat-kalimat yang mulia. Kalimat itu menjadi mantera yang ampuh seperti, memajukan peradaban, menyebarkan demokrasi, merangsang pertumbuhan ekonomi, menerangi jalan kemajuan. Tetapi, tidak diragukan lagi mereka adalah penjajah yang berniat menjarah. Mereka layak disebut “diktator finansial”.
Seperti ditulis J.S Furnivall dalam buku Hindia-Belanda: Studi tentang Ekonomi Majemuk (2009), ”sebaik-baiknya kebijaksanaan ekonomi dan politik kolonial, langkah-langkah itu tidak pernah memenuhi aspirasi rakyat.”
Dalam momentum Hari Kebangkitan Nasional, penulis memandang aspek ekonomi sangat penting dalam mempengaruhi negara ini. Faktor ekonomi mungkin dapat dikatakan sebagai fondasi dalam kesejahteraan rakyatnya dan kemandirian bangsanya. Jika ini berhasil dibangun ekonomi nasional sulit diintervensi oleh bangsa luar.
Apa yang terjadi dengan negara ini tergantung dengan pemimpin yang dimiliki negara itu sendiri. Pemimpin yang lemah lembut ditambah Indonesia masih negara berkembang sangat mudah dijadikan sebagai negara pelayan kapitalisme internasional. Hal ini menjadi cerminan negara yang pemimpinnya masih mengalami penjajahan mental. Selama kolonisasi penjajahan mental itu tetap bertahan kuat dibenak pemimpin bangsa ini, maka selama itu pula sulit diharapkan bangsa Indonesia bisa betul-betul memelihara kemerdekaan dan kedaulatanya.
 Maka dari itu, gagasan tentang kemandirian ekonomi yang akan dijalankan supaya bangsa ini dapat keluar dari penjajahan jenis baru di era globalisasi. Dengan kata lain jika Indonesia bisa lepas dari cengkraman kapitalisme internasional hal itu tergantung pada cara mewujudkan kemandirian ekonomi Bangsa tanpa banyak tergantung pada negara lain, terutama Amerika dan sekutunya ataupun beberapa korporasi besar yang selama ini mengusai Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana cara mewujudkan kemandirian ekonomi nasional. Tentu saja jawabannya adalah apa yang ada di sekitar kita, yaitu pemanfaatan SDA. SDA yang dimiliki Indonesia merupakan potensi besar untuk memajukan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Sayangnya potensi besar ini tidak terkelola denga maksimal oleh bangsa kita sendiri. Yang mengelola SDA ini kebanyakan dari bangsa luar , yang menyensarakan rakyat Indonesia akibat pengelolaan dan penguasaannya bukan di tangan pemrintah Indonesia namun oleh berbagai perusahaan asing dengan dalih investasi modal asing, yang menguasai dan menjarah SDA sah milik Indonesia. Dari sinilah awal mula “penjajahan” itu terjadi di era modern ini. Sudah selaykanya dan sewajarnya bahwa seharusnya kekayaan itu dikelola dan dikuasai sendiri oleh pemerintah demi mewujudkan kemandirian ekonomi dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tidak ada pilihan lain, pemerintah harus mengelola ekonomi nasional yang lebih menitikberatkan pada pemerataan dan kesejahteraan guna menghasilkan keadilan kepada kepentingan rakyat Indonesia sendiri. Kita harus kembali pada ajaran kemandirian (Trisakti Bung Karno), untuk mencapai peri kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang bebas (liberty), adil (equality, justice), dan sejahtera (prosperity). 

Sabtu, 17 Mei 2014

Proposal PMW 2014

Format Proposal PMW ( Program Mahasiswa Wirausaha) 2014 dapat di unduh disini

Minggu, 11 Mei 2014

Pengamatan

Selamatkan Generasi masa Depan

Di era teknologi yang semakin pesat, kebutuhan akan informasi dan hal lainnya hanya dilakukan dengan sentuhan jari. Betapa luar biasanya zaman sekarang, berbeda jauh dari tahun-tahun sebelumnya. Dan orang-orang yang hidup di era ini sudah pasti telah menikmati kemajuan teknologi tersebut. Sebut saja internet yang bisa diakses dimana saja melalui handphone, televisi yang selalu berinovasi dengan acaranya dan yang lainnya. Ini diciptakan untuk mempermudah memenuhi kebutuhan informasi, komunikasi, hiburan dan kebutuhan-kebutuhan lain yang tak terhingga jumlahnya.
Tapi dibalik semua kemajuan teknologi ini tentu akan berdampak  pada anak-anak yang hidup di era sekarang ini.
Banyak acara yang ditampilkan khusus untuk anak-anak seperti acara edukatif dan acara menghibur lainnya. Tapi Jika dilihat lebih mendalam anak-anak jadi terpaku pada televisi dan melupakan lingkungannya. Padahal sebagai anak-anak mereka juga membutuhkan waktu untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya. Ketika anak-anak mulai ‘menjauh’ dari kehidupan sosial mereka, maka dampaknya adalah pada mental yang mereka miliki dan mereka akan cenderung kurang mandiri dan apatis. Dan sangat jelas ini berbahaya jika sikap apatis ini telah menjamur pada diri mereka.
Yang lebih berbahaya jika anak-anak menonton tayangan sinetron, kita semua tahu sinetron menyajikan acara yang sangat kurang mendidik. Sebut saja, tayangan ini mengajarkan bagaimana menghancurkan rumah tangga orang, meracuni orang, menumbuhkan sikap kebencian dan iri hati terhadap orang lain dan masih banyak ajaran yang sangat kurang mendidik untuk anak-anak. Ketika bocah Singapura diajarkan filosofi “Tsun Zu” , anak-anak Indonesia diracuni tayangan “sinetron”. Ini sangat jelas berbahaya bagi anak-anak karena mereka adah asset yang sangat berharga bagi negara untuk kemajuan bangsa. Tentu kita bisa membayangkan dampaknya yang akan terjadi pada lingkungan.
Ini baru permasalahan televisi, belum lagi handphone canggih yang telah mereka miliki untuk seumuran mereka. Dengan handphone yang seperti ini tentu saja ini berbahaya. Mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan memasuki dunia maya. Contoh kecil mereka bisa memasuki content yang belum cocok untuk seumuran mereka.
Tak cukup sampai disitu, yang saya lihat sekarang permainan tradisional pun mulai lenyap dimakan waktu. Karena anak-anak sekarang lebih suka permainan online melalui internet. Sebut saja yang populer dimainkan ialah point blank. Memang permainan ini terlihat seru, tapi jika memainkan permainan online terus dampaknya terhadap kehidupan sosial mereka kurang mengenal dan cenderung antipati.
Selain permainan tradisional yang mulai hilang, lagu anak-anak pun lenyap dimakan waktu. Dulu, waktu saya masih anak-anak lagu “di obok-obok”, “aku cinta rupiah”, dan masih banyak lagu anak-anak lainnya. Tapi sekarang semuanya berubah, lagu anak-anak sekarang rata-rata semuanya berlirikan cinta yang seharusnya itu untuk orang-orang dewasa.
Ada tiga komponen yang harus disinergikan, yaitu Pemerintah, Guru dan Orang Tua. Untuk yang pertama, Pemerintah memang telah membuat program untuk kemajuan bangsa terutama dalam hal pendidikan. Salah satu contohnya yaitu dengan membuat taman buku. Program ini di adopsi dari negara maju yaitu Jepang. Kurang lebih ada 500 taman buku yang dibuat pemerintah di Indonesia. Tapi semua ini tiada guna jika tak ada “Budaya Baca” yang diterapkan oleh Pemerintah.
Yang Kedua, guru sangat berperan penting dalam pendidikan. Jelas yang diajarkan guru disekolah semuanya demi kebaikan. Misalkan siswa diajari untuk tidak bertengkar, tidak mengeluarkan kata-kata kasar dan yang lainnya. Ini juga tiada guna jika saat anak berada dirumah yang ia lihat berbanding terbalik dengan yang diajarkan sekolah. Seperti orang tuanya bertengkar, saudaranya mengeluarkan kata-kata kasar. Hasil pendidikan disekolah nol besar untuk karakter anak-anak.
Kemudian yang terakhir orang tua, ini yang sangat penting. Kewajiban orang tua ialah memberikan pendidikan kepada anaknya. Selain itu, orang tua juga harus memberi kasih sayang dan member perhatian kepada anaknya. Tapi zaman sekarang sudah sulit menemukan orang tua seperti ini. Karena mereka lebih sibuk bekerja untuk menghasilkan uang. Yang dilakukan memang benar, tapi tetap ia harus member perhatian khusus terhadap anak-anak mereka. Memang, orang tua telah menyekolahkan anaknya yang dibiayai orang tua. Dan orang tua selalu berkata “sekolah yang rajin nak dan nilaimu harus bagus”. Ini berbahaya untuk anak-anak, karena mereka akan melakukan cara apapun agar nilainya tinggi dan orang tua menerima hasil ujian dan rapor tinggi tanpa tahu prosesnya. Ditambah lagi waktu orang tua interaksi bersama anaknya itu sangat minim. Pagi orang tua bekerja hingga sore, begitupun dengan anak, pagi sampai siag sekolah dan sorenya bermain atau tidur siang. Ketika malam tiba orang tua istirahat dan anak dikamar. Bisa dibayangkan interaksi pertemuan anak dengan orang tua dirumah hanya sebatas meja makan. Budaya waktu mau berangkat sekolah dengan mencium tangan orang tua pun sirna. Sudah sangat jarang sekali hal ini terlihat.
Untuk semua permasalahan ini, mulai dari penggunaan handphone, televisi, dan yang lainnya bisa kita perbaiki asalkan ketiga aspek ini bekerja dengan baik. Seperti handphone canggih yang telah dipakai oleh anak-anak, sebaiknya di seumuran mereka berikan alat komunikasi standar yang fungsinya hanya untuk menelepon dan sms. Orang tua sekarang kebanyakan menuruti keinginan anaknya, ingin ini ingin itu, tanpa memikirkan dampaknya. Ditambah lagi status sosial anak dilihat orang lain tampak keren dan kaya dengan umur mereka yang belum menginjak 17 tahun ke atas. Sebaiknya juga handphone milik anak orang tua yang menyimpan, agar waktunya tidak dihabiskan karena memainkan handphone saja. Berikanlah waktu khusus anak-anak untuk bermain handphone begitupun dengan menonton televisi. Karena jika terus-terusan menonton ditambah saat waktunya jam belajar bagi anak-anak ini berbahaya. Karena ia takkan ada waktu untuk belajar, selesai menonton ia pasti tidur. Orang tua berperan penting akan hal ini.
Seandainya pemerintah mempunyai kebijakan jam belajar disetiap daerah, misalkan televisi dan internet off mulai pukul 17.00 – 20.00 wib. Bisa dibayangkan bagaimana dampaknya, ini akan sangat bermanfaat dan dengan begitu semua orang akan fokus pada kegiatan rumah, seperti berkumpul keluarga, belajar dan melakukan hal positif lainnya. Tidak seperti sekarang, banyak keluarga yang menonton sinetron berjama’ah.
Pemerintah juga harus menerapkan system “Budaya Baca”, tidak cukup hanya dengan membuat “Taman Buku” . Jika hal ini dilakukan, mungkin masyarakat terutama anak-anak akan melakukannya dan hal ini baik untuk kemajuan bangsa.
Hal lain yang dibutuhkan untuk bangsa ini, terutama orang tua ialah “Pendidikan Khusus Untuk Orang Tua” , minimal 1 minggu sekali. Agar para Orang Tua anak-anak tahu bagaimana seharusnya merawat dan membesarkan anak-anak mereka hingga dewasa dan tanggung jawab mereka sebagai Orang Tua telah lepas. Pemerintah membuatkan sekolah khusus untuk para Orang Tua.
Rasulullah SAW bersabda: “Tuntutlah ilmu mulai dari buaian hingga liang lahat” (HR. Bukhori) . Dari hadist ini bisa kita simpulkan, dalam hal menuntut ilmu tidak selesai dengan S1, S2, S3 sampai Professor. Jadi, ketika sudah punya anak pun tetap harus menuntu ilmu apalagi untuk kebaikan anak-anak dan kemajuan generasi masa depan.

Tidak dapat disangkal bahwa anak-anak layak dikatakan sebagai generasi masa depan, karena ditangan merekalah maju mundurnya suatu bangsa. Dan melihat keadaan sekarang berbanding terbalik dengan yang diharapkan. Harapan yang tinggi kepada generasi sekarang hanya sekedar isapan jempol belaka. Tapi semuanya masih dapat diperbaiki jika semua aspek ini  bisa bersinergi. Harapan untuk Indonesia lebih baik dapat dicapai.